Wednesday, September 23, 2009 at 2:56pm
From : Tan Malaka
(btw, thanks for Dido..^^)
Kitab ini adalah bentuk dari paham yang sudah bertahun-tahun tersimpan di dalam pikiran saya, dalam kehidupan yang bergelora. Disinilah dikerangkakan arti dan daerahnya materialisme, arti dan daerahnya dialektika, serta arti dan daerahnya Logika. Selain dari pada itu, akan dijelaskan pula seluk-beluk dan kena-mengenanya materialisme, dialektika dan logika, satu sama lainnya.
Baikpun materialisme ataupun dialektika, bahkan juga logika, masing-masing mempunyai lapangan dan tafsiran berjenis-jenis. Materialisme itu bisa ditafsirkan dengan cara yang mekanis secara mesin mati atau kematian mesin. Malah kaum mistika, kaum gaibpun bisa mempergunakan materialisme itu, buat memperlihatkan keulungan-sulapnya atau sulap-keulungannya.
Dialektika yang berdasarkan pikiran dan kegaiban, yang pada Hegelisme melambung sampai ke puncak, masih terus menerus dipakai sebagai perkakas buat meluhurkan rohani dan merohanikan keluhuran. Pemikir borjuis dan pemikir feodal bergantung pada dialektika mistika itu seperti seekor semut hanyut bergantung pada sepotong rumput yang diayun-ayunkan gelombang.
Logika memuncak pada ilmu bukti (Science) zaman sekarang dengan berjenis-jenis cabangnya ilmu itu. Hasilnya berjenis-jenis ilmu itu meulungkan dan menunggalkan kemanjurannya logika sebagai cara berpikir. Dengan begitu logika menyilaukan mata para pemakai penonton logika itu serta melupakan batas dan kelemahannya logika itu.
Sebaliknya pula beberapa kitab yang berdasarkan materialisme dialektika di Eropa dalam keadaan menantang logika itu, lupa akan atau sedikit sekali memperhatikan kepentingan logika itu. Buat Timur umumnya dan Indonesia khususnya, yang sampai pada saat saya menulis kitab ini, masih gelap gulita, diselimuti macam-macam ilmu kegaiban, maka logika itu masih barang baru, hangat perlu diketahui dan dipahamkan bersama-sama dengan dialektika dan materialisme.
Tetapi jangan pula kita sesat karena me-ulung logika dan menunggalkan logika itu dengan tidak mengenal batas dan kelemahannya. Dalam kita ini logika dibentuk di dalam iklim dialektik! keduanya, logika dan dialektika bergantung pada materialisme. Sebaliknya pula materialisme ini bersangkut paut dengan logika dan dialektika, seperti: materi, benda itu mempunyai sifat bergerak dan berhenti, takluk pada hukumnya gerakan, yakni dialektika, serta hukum berhenti, yakni logika.
Sampai lebih dari pertengahan kitab ini, sampai kira-kira ke ujung bahagian logika, satu bukupun, buat reference – catatan - tiada dipakai, karena memang tidak ada. Semua catatan dipetik dari ingatan semata-mata. Di belakangnya saya mendapatkan bermacam-macam buku yang perlu buat dipetik, dari peringatan tadi, bukunya tiada terdapat di seluruh Jakarta. Bermula saya sandarkan seluruh isi kitab ini pada ingatan jembatan keledai semata-mata, karena memang saya tiada berjumpa dengan buku yang berkenaan. Tetapi sesudah lebih dari seperdua buku ditulis, saya mendapatkan bahan tulisan yang bisa diperiksa benar tidaknya sewaktu-waktu, yang bisa dipanjangkan atau dipendekkan menurut pilihan.
Dengan berlainnya keadaan memilih dan menguji bahan itu sudahlah tentu isi seluruh buku bukan sifatnya, melainkan bentuknya saja tidaklah lagi seimbang, harmonis dan tiada lagi sesuara. Walaupun saya mau merubah, saya tiada berdaya, karena bermacam-macam buku buat bahan dari bahagian pertama itu, memang tiada bisa didapatkan. Saya mesti menunggu sampai perang selesai, baru bisa didapatkan beberapa buku itu …….yaitu kalau ada bahan penting pula fulus.
Tetapi kalau Madilog masih kekurangan bentuk, saya pikir dia tidak kekurangan sifat.
Note : MADILOG, ialah paduan dari permulaan suku kata : (MA)-TTER, (DI)-ALECTICA dan (LOG)-ICA "Mater’’ saya terjemahkan dengan "benda’’,dialektika dengan pertentangan atau pergerakan dan logika dengan undang berpikir. Paduan dalam bahasa Indonesia tiadalah begitu enak didengar dan tiada pula membuka pikiran baru seperti "jembatan keledai’’ saya. Sebab segala kata di atas sudah begitu umum dalam bahasa negara besar-besar di Eropa, walaupun bahasa cangkokan dari bahasa Latin dan Yunani, maka tiadalah perlu kita segan mencangkok kata itu ke dalam bahasa kita.
"Madilog’’ saya maksudkan terutama ialah cara berpikir. Bukanlah suatu Waltanschauung, pemandangan dunia walaupun cara berpikir dan pemandangan dunia atau filsafat adalah seperti tangga dengan rumah, yakni rapat sekali. Dari cara orang berpikir itu kita dapat duga filsafatnya dan dari filsafatnya kita dapat tahu dengan cara dengan methode apa dia sampai ke filsafat itu.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tan_Malaka
Kamis, 22 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar